Oleh Yenti Sustina
Dara adalah gadis cantik berbusana
muslimah yang hidup di tengah-tengah kota dengan kebisingan dan hiruk pikuk
orang berlalu lalang. Dia anak tunggal dari pasangan ibu salma dan bapak
Burhan. Dara anak yang baik dan patuh terhadap orangtuanya. Orang tuanyapun
sangat sayang sekali pada dara. Karena terlalu sayangnya, apapun yang diminta
oleh dara asal itu positif pasti dikabulkan orangtuanya.
Gadis lulusan Universitas swasta Bandung
ini bercita-cita ingin mengabdi ke
Sekolah sebagai tenaga pengajar. Dengan
mengajar, setidaknya dia mampu memberikan sedikit ilmu yang pernah dia
dapatkan selama 4 tahun di Bandung. Meskipun tidak banyak yang didapat, tetapi
mudah-mudahan membawa manfaat. Dia
selalu ingat pesan orangtuanya bahwa ilmu itu harus disampaikan walau hanya
satu kalimat. Dia ingin sungguh-sungguh tidak hanya mengajar tetapi juga
mendidik supaya mampu mencetak anak-anak yang cerdas dan berwawasan luas.
Ia mencoba membuat sepucuk surat di kamarnya,
yang isinya tentang lamaran ke
Sebuah Sekolahyang berada di kota
Serang. Ketika surat itu sedang dibuat oleh dara, tiba-tiba ibunya datang.
***
“Kamu sedang menulis apa nak?” Tegur
ibu sambil memegang pundak dara
“Eh, Umi mengaggetkan saja. Dara
sedang membuat surat lamaran.”
“ Dari tadi umi memanggil, terlalu seriuskah kamu nak, sehingga tidak
menyahut panggilan umi. Memangnya anak umi mau melamar siapa?” Umi menggodanya
“Akh umi “ dara tersipu malu
“Atau jangan-jangan sudah siap-siap
dilamar?”
“Aaa...kh umi apaan sih? “ mukanya
mendadak merah merona. “Umi, dara itu sedang menulis surat lamaran kerja”
“oo...Memangnya mau kerja dimana ra?”
“Dara mau mencoba ke sekolah-sekolah
mi. dari tempat-tempat yang dara masukkan lamarannya, sekolah mana yang pertama
memanggil dara untuk bergabung dan cocok ucntuk dara. itu yang akan dara
pertimbangkan.”
“Baiklah, umi hanya bisa mendoakan
dara supaya di terima, apapun yang dara lakukan, selagi itu bermanfaat untuk
kemaslahatan orang banyak,umi dukung . Semoga dara sukses dan langkah yang dara
lakukan diberi kemudahan dan kelancaran.”
“Amin , terimakasih umi. Mudah-mudahan
doa umi dikabulkan.”
“Ya sudah, umi tunggu dara di ruang
makan ya! Kalau sudah selesai nanti ke
sana.”
“Baik umi.”
****
Keesokan paginya dara mengendarai
honda kesayangannya. Dia menuju ke sekolah-sekolah untuk mencoba memasukkan
surat lamaran yang sudah dibuatnya semalam. Dia mencoba 3 sekolah terlebih
dahulu, untuk yang lainnya dia coba besoknya lagi. Sesampainya di sebuah
Sekolah dia bertemu kawan lamanya. Dia pernah satu sekolah ketika di MA. Namun
ketika telah lulus MA mereka berpisah.
pandangan alif tertuju pada sosok gadis anggun
berkerudung merah berbusana muslim modern tapi syar’i. Tinggi semampai kira-kira
160 cm, wajahnya putih merona di tambah alis bak semut beriring. hidungnya
mancung dan senyumnya memancarkan keindahan islami. Alif Berdecak kagum
memandang kecantikan dan wajahnya yang rupawan.
***
“SubhanaAllah..gadis itu..
sepertinya aku tak asing lagi dan pernah bertemu di mana ya???” Mencoba
mengingt-ingat memorinya yang agak sedikit kusut. Alif mencoba menghampiri
gadis itu.
“Assalamualaikum...emm...Sepertinya, saya mengenal Anda?” Tertegun
memandangnya tanpa berkedip
“Waalaikumsalam...Oops... tunggu-tunggu, kamu kan?” sambil menunjuk
jarinya ke arah Alif. “Hai...hallo.. kok diam saja.”. dara nampak heran dan tangannya
dilalmbai-lambaikan ke arah muka alif.
“Maaf, iya..iya..Kita kan
teman lama. Kamu dara kan?”
“O ya... alif, Kaukah Alif???
Aku tak menyangka kamu sudah sebesar ini.”
“Sudah lama kita tidak bertemu, hampir 5 tahunan. Kamu sekarang
dimana ra?”
“Aku di rumah sama umi dan abah. Kalau Alif?”
“Kalu aku di rumah mertua”
“oo.. jadi Alif sudah berumah tangga? Sama orang mana lif?sudah
berapa usia pernikahan kalian?”
“Sama orang tasik, kami menikah hampi 2 tahun dan sekarang sudah
dikaruniai seorang anak ra.”
“O ya, siapa namanya?”
“Hafizah namanya
“Nama yang cantik, pasti secantik ibunya. O ya lif maaf ya aku mau
menaruh lamaran kerja ini dulu. Kapan-kapan disambung lagi. Salam untuk istrimu
ya!”
“O ya, nanti kusampaikan. Mari aku antar ke ruangan. Sambil berjalan
menuju kantor”
“Tidak usah merepotkan”
“Tidak apa-apa kebetulan aku bagian TU di sini ra.”
“oo.. begitu. Guru-gurunya lagi masuk ke kelas ya, sepi kantornya.”
“Iya dan kepala Sekolah kebetulan lagi sakit ra, jadi tidak masuk.
Silakan duduk ra!”
“Tidak usah terimakasih. Saya harus buru-buru lif?”
“Mau kemana disini dulu sih temani saya ngobrol, kan sudah lama
tidak berjumpa?”
“Maaf lif, aku Ada keperluan, ini aku titipkan map yang isinya
berupa ijazah dan surat lamarannya”.
“baik, nanti aku berikan ke bagian kurikulum. Mudah-mudahan bisa
dipertimbangkan. O ya ra, kamu mau tidak mengajar di tempat saya?”
“oo...Alif punya yayasan?”
“Iya, yayasan anak yatim, yang dilaksanakan setiap hari minggu dari
pukul 08 pagi sampai bada dhuhur. kebetulan baru merintis dan sekarang sudah berjalan hampir
satu tahun. Karena belum ada tempat, jadi untuk kegiatan belajar mengajar,
sementara di musola dulu”
“oo.. begitu, sudah banyak anak yatimnya?”
“Lumayan, ada 50 anak”
“oo.. banyak ya, InsyaAllah. Kalau tidak ada halangan aku ke sana.”
“Ya sudah lif, aku mau pamit dulu ya, terimaksih sudah membantu.”
“Sama-sama ra. Oya minta nomor hp nya ya supaya nanti mudah untuk
menghubungi kamu.”
“oo.. ini 0813XXXXXX.”
“Ya sudah, saya pamit Assalamualaikum....”
“Waalaikumsallam.....”
Di tengah
perjalanan dara menggumam, bergelut dengan mata hatinya. Da mengisyartkan
sesuatu yang beda melihat cara bicara dan cara pandang alif terhadapnya.
“Astagfirulloh.. aku tak boleh berprasangka buruk padanya, tapi
kenapa cara pandang dia padaku membuat hatiku tidak enak dan bertentangan,
kenapa ya? Mudah-mudahan dia berniat tulus menolongku.”
***
Pada hari minggu Dara mencoba datang
untuk mengajar anak yatim di rumah Alif. Disana dara bertemu dengan istri dan
anak Alif. Dara juga bertemu mertua alif yang sedang memasak di dapur untuk
makan anak-anak yatim.
“Kenapa ya, setiap aku memandang dara aku tertarik dan terpesona
dengan kecantikannya. Apakah dia sudah punya pasangan belum ya? Makanya aku
ajak kesini supaya aku bisa dekat dengannya, memandangnya dengan puas.” Gumam
alif sambil memandang kagum dara yang sedang mengajar. Matanya sudah dibutakan
dengan cinta dan napsu, Tanpa sadar dia diperhatikan oleh istrinya.
“Astagfirulloh... suamiku ternyata masih senang memandang yang
bukan mahromnya. Kenapa dia tidak berubah, padahal dia sudah punya istri dan
anak tetapi....ya Allah kuatkan imanku.” Gumam istri alif
“Abi, boleh aku bicara sebentar?”
“Ada apa, nanti saja sih tanggung nih?” Jawabnya dengan ketus
“Jadi lebih penting mana bi, istri atau wanita itu?”
“Maksud kamu apa siih?sudahlah kamu jangan banyak bicara dan jangan
punya pikiran yang negatif. Aku tetap cinta kamu.”
“Abi, sebentar saja ke kamar aku mau bicara?” Mencoba membujuk
namun acuh tak acuh.
***
Cara bicara Alif yang
biasa lembut dan ramah menjadi berubah semenjak bertemu kawan lamanya. Padahal
dalam pikiran dara tak sedikitpun memikirkan alif, karena niat dara mengajar
anak yatim. Alif mencoba mendekati Dara dengan cara dia sendiri.
Aku harus pintar-pintar mendekatinya supaya tidak ketahuan istriku,
apalagi aku sudah dapatkan nomor hapenya, jadi semakin mudah aku mendekati
gadis secantik dara. Gumamnya dalam hati.
***
Tak terasa waktu begitu cepat, jam
dindingpun berdenting 12 kali, pertanda dhuhur tiba dan anak-anak yatimpun
mempersiapkan diri untuk mengambil wudhu untuk sholat dhuhur. Setiap minggu
anak mempunyai tugas untuk mengumandangkan adzan, namun harus bergiliran supaya
semua kebagian. Sholat Dzuhurpun diimami oleh Alif.
Setelah mereka selesai makan dan
sholat, merekapun bersiap-siap untuk pulang ke rumah masing-masing. Tidak lupa
mereka diberi uang saku untu jajan. Ana-anak itu ada yang dijemput saudaranya,
adapula yang diantarkan dengan mobil carry oleh adik alif sendiri. Sementara dara
pulang dengan hondanya.
***
“Abi, pasti lelah ya?ayo ke kamar. Umi, nitip hafizah ya.”
“Iya nak. Ayo sayang digendong sama omah. Mengambil hafizah dari
gendongan mamanya.
Sementara alif dan isterinya
menuju kamar
“Bi, boleh aku bertanya sesuatu?
“Boleh, mau bertanya apa? Nada bicaranya sudah kembali normal
seperti biasa
“Sepertinya abi senang memandangwanita itu?
“Akh..kamu bicara apa sich?jangan berprasangka buruk begitu.
“Abi, setiap manusia itu dibekali gharizah bi, diantaranya yaitu gharizah
seksual. Dimana dengan tersalurnya gharizah ini manusia akan berbuat sesuai
keinginan dia. Apalagi sesuatu itu diharamkan, contohnya saja memandang yang
bukan haknya. Maaf ya bi
“Kamu, jangan bicara seperti itu. Aku tidak seburuk yang kamu kira.”
“Abi, aku punya mata. (memandang Alif dengan penuh binar). Mata itu
kuncinya hati dan pandangan adalah jalan yang membawa fitnah dan sampai kepada
perbuatan zina. Semua peristiwa itu berawal dari pandangan bi, kemudian
senyuman, lalu memberi salam, berbicara, janjian dan akhirnya bertemu. Abi,
pandangan yang menggiurkan itu bukan saja membahayakan kemurnian budi, bahkan
akan merusak kestabilan berpikir dan ketentraman hati. Aku tidak mau semua itu
terjadi, wanita mana yang tidak sakit diperlakukan seperti itu bi.” Sambil meneteskan airmata.
“Ya Allah, kamu kok berpikiran
sampai sejauh itu, apa aku ada tampang untu selingkuh? Coba kamu lihat. Aku
tidak sekejam itu”
“Bi, apabila abi melepaskan pandangan abi untuk mencari kepuasan
hati. Suatu saat pandangan-pandangan itu akan menyusahkan abi. Abi tidak bisa
melihat apa yang abi lihat.
“Jadi, kamu mendoakan abi buta?”
“Astagfirulloh Al adzim.. tidak bi. Aku hanya memberikan gambaran
saja.”
“Sudah..sudah..sudah...kamu itu keterlaluan, aku mau tidur ngantuk.”
“Abi...maafkan aku ya...!”
***
Malam harinya,
ketika semua sudah terlelap tidur. Alif diam-diam sms ke dara dengan rayuan
gombalnya.
“Assalam... dara ini Alif, mata ini tak bisa terpejam. Kenapa ya aku selalu ingat akan dirimu. Senyumanmu
membuat aku tergila-gila, matamu indah, hidungmu mancung wajahmu cantik dan
mulus. Ingin rasanya aku membelaimu. Sejak pertemuan itu hatiku tak bisa
berpaling. Andaikan waktu bisa kuulang”
Ketika dara membaca sms itu, dia hanya mengelus dada.
Astagfirulloh... alif. Ya Allah, sadarkanlah dia, dia bukan milikku. Dan aku
tidak boleh larut dalam buainnya.
“Ra, kenapa tidak membalas smsku, aku tahu kamu baca. Aku serius
ingin meminangmu, dan kalau perlu aku akan menceraikan istriku.”
“Astagfirulloh al adzim... alif ini
keterlaluan.” Dara mematikan hpnya kemudian tidur.
Alifpun kesal karena dara tidak mau membalas sms Alif.
“Dara, kenapa kamu tidak mau balas smsku. Akh...nanti pagi-pagi aku
akan ke rumahnya.”
***
Bendera kuning berkibar tertancap di
tiang pagar halaman rumahnya. Semua orang berpakaian hitam sedang mendoakan
kematiannya. terisak-isak menangis akan kepergiannya. Saudara,
tetangga-tetangga dan teman-temanya datang turut berduka cita. Bahkan
Orangtuanyapun tak menyangka kalau anaknya bisa nekad dan melakukan hal seperti
yang dia tidak kira. Satu-satunya anak yang mereka sayangi meninggal dengan
mengenaskan.
Pagi itu penuh duka. Ketika
alif kesana kaget melihat orang berbondong-bondong datang ke rumah itu. Dia
bertanya-tanya yang meninggal siapa. “apa dara? Akh tidak mungkin. Dara kan
semalam smsan sama aku meskipun tak menjawab tapi aku tahu dia membacanya, dan
sempat di missed called aktif, kemudian setelah aku sms dia tidak
membalas aku call dia tidak aktif, berarti sengaja dimatikan. Atu orang tuanya
sakit, tapi dia tidak pernah cerita. Aduh jd bingung, sebaiknya aku kesana akh,
jadi penasaran.”
***
“Assalamualaikum...”
“Waalaikumsallam..”semua serentak menjawab dan semua mata tertuju
pada laki-laki itu.
Alif bersalaman dengan teman-temannya juga orang tuanya
“Lo..yang meninggal siapa?”
“Nak, apakah kamu yang bernama Alif?”
“Iya umi. Ini ada titipan surat untukmu?”
“Dari siapa umi?”
“Baca saja dan itu ada bingkisan khusus untuk kamu. Teman-teman
dara menunjukkan bungkusan kado berpita hitam yang berisi potongan kepala penuh
darah.
Alif membuka bungkusan itu dengan tangan gemetar. Alif membuka
perlahan-lahan pita hitam bungkusan kotak
kardus yang di bungkus rapi itu.
“Astagfirulloh.... dara. Alif kaget dan tercengang, haaa... Ini
tidak mungkin.” Kemudian suratnya pun
dibaca oleh Alif dengan lirih dan tetesan airmatanyapun menghujani pipinya.
“ Umi, jika aku meninggal, surat ini dibaca juga oleh Alif ya
sahabatku. Umi, jangan pernah menyalahkan sebab kematianku dan jangan pula
menangisi kepergianku. Ini kehendak aku sendiri umi. Aku hanya pergi
sementara dan nanti juga akan kembali lagi ke umi, tapi di tempat yang
berbeda. Dara sayang Umi dan Abah.”
Untuk Alif... jika kehadiranku bisa mendatangkan mudharat untuk
orang lain, aku ikhlas diam dalam ketenangan di liang lahat ini. Aku tidak
mau jadi parasit yang hanya menguntungkan benalu, aku tak mau jadi
penghancur hanya karena keindahanku. Kalau hanya kau inginkan wajahku,
hidungku dan mataku silakan kau bawa dan aku hadiahkan untukmu tetapi
jangan kau bawa kehormatanku. Aku hanya titipan dan aku kembali kepada yang
menciptakan aku. Allah ya robb...
Salam
Dara Fadila
Zahra
|
“Innalillahi wa inna ilaihi
rojiun..Alif menangis, merinding dan gemetar membaca surat itu, dia tak
menyangka akan terjadi secepat ini.”
Astagfirulloh Al adzim 3X...
SELESAI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar