--> Mei 2012 | Griya Ide dan Ilmu

Indahnya Berbagi Ilmu dan Ide

Selamat Datang Semoga Bermanfaat

Kamis, 24 Mei 2012

Kabar Gembira

Kabar Gembira

Salam kenal tuk para Blogger semua,
Assalamualaikum warohmatullah wabarokatuh
Salam sejahtera tuk kita semua 
Izinkan saya Cepi Pahlevi, Distributor Teh Kabuyutan Cabang Provinsi Banten, untuk memberikan testimoni. Pada awalnya saya ragu untuk mengkonsumsi Teh Hitam Kabuyutan. Masa sih Teh Hitam dapat menjadi obat dan menambah stamina tubuh? Setelah saya mencoba tuk mengkonsumsi Teh Kabuyutan bersama istri saya selama 2 hari berturut 4 kali sehari Alhamdullah stamina, daya tahan tubuh saya dan istri jadi kuat. Soalnya saya mudah masuk angin kalau kena udara dingin akan tetapi sekarang tidak lagi. Selain itu, libido saya lebih greng loch. Istri saya merasa Luar Biasa He he he … 

Selain fitalitas tubuh kami meningkat keuangan kami juga ikut meningkat dengan cepat dengan menjadi Distributor Teh Kabuyutan. Saya ucapkan terima kasih kepada a Dedi Jamhuri yang telah mengajak saya untuk memasarkan Teh Kabuyutan. Moga Kita tambah sukses dan tambah banyak bersyukur. Amin! 

CEPI PAHLEVI
Email : cepi3610@gmail.com
HP : 087808142436
Blog : www.griaide.blogspot.com


Minggu, 13 Mei 2012

GONG KEMATIAN

GONG KEMATIAN


Sebuah kampung bernama Tampeuyan terletak di Desa Ciwarna, Kecamatan Mancak. Kampung ini jauh dari keramain dan kebisingan kota tepatnya di lereng Rawa Danau. Lingkungan yang masih alami dan asri terlihat di sana sini pohon-pohon yang berdiri dengan kokohnya yang membuat perbukitan menjadi hijau itu semua menandakan bahwa masyarakat Tampeuyan masih menjaga kelestarian alamnya. Tak heran kalau kampung itu bersuasana tentram dan damai. Mata pencaharian masyarakatnya sehari-hari hanya bertani, tanpa merusak lingkungan yang ada itulah kampung Tampeuyan.

Menurut cerita Tampeuyan berasal dari kata tampian, bahasa Sunda, berarti tempat pemandian, sampai sekarang masih ada tempat pemandian yang dikeramatkan oleh masyarakat sekitar atau oleh masyarakat Kecamatan Mancak. Konon katanya, air yang bersumber dari pegunungan mempunyai khasiat untuk menyembuhkan segala macam penyakit dan bisa juga mengabulkan harapan dan semua keinginan kita. Misalnya, ingin segera memperoleh jodoh, ingin awet muda dan sebagainya.

Alkisah pada zaman dahulu, Pak Karta mempunyai seorang anak gadis semata wayang yang sudah cukup umur untuk berumah tangga. Namun, sampai saat ini belum ada seorang laki-lakipun yang tertarik padanya. Padahal teman sebayanya sudah banyak yang menikah timbullah kegundahan di hati Pak Karta dan Bu Karta. Pada suatu malam sambil istirahat melepas penat karena seharian bekerja di ladang Pak karta membuka pembicaraan menyampaikan kegundahan yang melanda hatinya saat itu.

“Bu, Bu, cobi kadeui heula sakeudap!” Pak Karta memanggil istrinya.
“Aya naon, Bah? Jawab bu Karta.
“Eta si Karti ka mana ti tadi teu katingali?” Tanya pak Karta kepada istrinya.
“Aya peryogi naoan ka sikarti, bah?”
“Heunteu teu aya naon-naon ti tadi teu katingali-tingali wae, Mbu.”
“Abah… abah… apan anak urang teh sanentos salat magrib biasana ngaos di Ust. Sholeh.”
“Oh, enya Abah hilap.”
“Dasar si abah seueur hilapna akhir-akhir ieu.”
“Seueur hilap teh cirina parantos seupuh, Bah.”
“Tah eta abah sok mikir abah ieu entos seupuh hoyong enggal mangku incu.”
“Anak kita satu-satunya Karti sampai saat ini belum juga mendapatkan jodoh.” Pak Karta menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
“Habis mau bagaimana kalau belum ada jodohnya, Bah.” Jawab istrinya meyakinkan suaminya.
“Begini, Mbu, ini mah kalau ambu setuju.” Bu Karta mengernyitkan dahinya.
Tidak tahu apa yang dimaksud suaminya.
“bagaimana kalau kita mandikan si Karti di Tampeuyan, malam Jumat kliwon kaya orang-orang kampung itu! Siapa tahu setelah dimandikan anak kita ketemu jodohnya”
“Ah, Abah, ada-ada saja si Karti itu kan baru berumur 15 tahun, nanti juga kalau sudah waktunya akan datang sendiri. Jodoh tak akan ke mana, Bah.”
“Bukan begitu, Mbu. Kita kan hanya nyare’at.” Pak Karta memotong pembicaraan.
“Itu mah terserah abah aja kalau abah yakin silahkan aja.”
***

Tepat pada malam Jumat kliwon bulan itu, Pak Karta membawa Sukarti ke tempat pemandian yang dianggap kramat itu dia berharap sepulang dari Tampeuyan anaknya segera mendapat jodoh.
Setelah beberapa hari semenjak Sukarti dimandikan, Pak Karta dan Bu Karta bermimpi bahwa Sukarti anaknya suatu saat akan mendapatkan jodoh. Dalam mimpinya mereka bertemu seorang kakek-kakek berjubah putih panjang. Kakek itu mengatakan, bahwa perayaan pernikahan anaknya nanti tidak boleh diadakan hiburan gamelan dan membunyikan gong. Jika hal itu dilanggar maka akan terjadi malapetaka di kampung Tampeuyan. Begitulah mimpi Bu Karta dan Pak Karta.
Keesokan harinya Pak Karta menceritakan mimpinya kepada Bu Karta, dia kaget dan berkata.
“Mengapa mimpi kita bisa sama,Bah? Pertanda apa ini,Bah? Apa yang akan terjadi dengan keluarga kita?” Bu Karti penasaran dan penuh tanda Tanya di benaknya.
Hari berganti hari minggu berganti minggu bulanpun ikut berganti. Peristiwa mimpi mereka telah terkubur sudah.
“Assalamu ‘alaikum!” Pak Karta kedatangan tamu suatu hari. Ternyata yang datang adalah Ust. Soleh.
“Wa’alaikum salam.” Pak Karta serentak menjawab salam dengan istrinya.
“Silahkan masuk pak Ustadz, angin apa gerangan yang membawa pak Ustadz datang ke rumah kami?”
“Bu, bu, ambilkan air minum buat pak Ustadz nih.”
“Iya, pak.” Jawab istrinya.

Pak Ustadz menyampaikan maksud dan tujuan ke datangannya ke rumah Pak Karta. Tak lain dan tak bukan adalah sebagai penyambung lidah atas harapan anak laki-laki tetangganya yang bermaksud ingin mempersunting Sukarti jika pak Karta dan Bu Karta tidak keberatan. Mendengar maksud dan tujuan pak Ustadz, Pak Karta dan Bu Karta merasa girang apa yang ditunggu-tunggu selama ini akhirnya datang juga.

Tibalah saatnya hari pernikahan Sukarti dan Mahdi. Pestanya berlangsung sangat meriah 3 hari 3 malam mengingat Sukarti adalah anak semata wayang pak karta dan mahdi anak seorang saudagar kaya di Tampeuyan. Apa salahnya pesta mereka dirayakan secara meriah dan megah. Dan tidak lupa untuk memeriahkan pesta pernikahan mereka, diundanglah grup Jaipongan yang terkenal di daerah Mancak dan sekitarnya. Masyarakat Tampeuyan bersuka cita dalam pesta pernikahan Sukarti dan Mahdi. Hidangan pesta yang banyak dan lezat tersaji semua di rumah pak Karta, segenap tamu undangan dapat menikmatinya dengan puas. Para tamu undangan, keluarga penganten, Sukarti dan Mahdi larut dalam suka cita. Penari jaipong melenggak-lenggok diiringi suara gamelan dan gong yang mendayu-dayu. Tamu undangan pun tak ketinggalan ikut menari dengan senangnya.

Tiba-tiba di tengah meriahnya pesta angin bertiup dengan kencangnya menumbangkan pepohonan. Suasana menjadi kacau-balau, sontak orang-orang dalam pesta menjerit histeris dan mereka kesakitan tertimpa pohon yang tumbang. Orang-orang berlarian kesana kemari mencari perlindungan. Salah seorang dari tamu undangan berteriak minta tolong karna tertimpa pohon kelapa yang cukup besar.
“Tolong…. Tolong….”
Teriakannya membuat orang-orang semakin panik tapi tidak ada seorang pun yang mau menolong karena semua orang juga sibuk mencari tempat yang aman. Hingga teriakannya tak terdengar lagi, mungkin ajal sudah menjemputnya. Tiba-tiba suasana berubah dengan sekejap. Angin yang tadinya bertiup dengan kencang tiba-tiba mereda. Pak Karta dan Bu Karta menyadari kekhilafannya telah mengabaikan pesan seorang kakek yang ditemui dalam mimpi mereka beberapa waktu yang lalu. Akibat dari kekhilafannya mengakibatkan malapetaka di kampung Tampeuyan.

Sejak saat itu, sampai sekarang masyarakat kampung Tampeuyan percaya bahwa membunyikan gamelan dan gong bisa menimbulkan malapetaka di kampung mereka.

***